Dusta merupakan perilaku universal, seuniversal cinta dan kejahatan. Puisi Sahlul Fuad merekam serakan dusta, dusta yang menyusup ke ruang sakral, misalnya dalam puisi “Umrah”:
Tuhan, kami menang tender usaha
Ke rumah-Mu kami bersilaturahmi
Kami bawakan Engkau sekeranjang dosa
Agar kami tak terendus polisi.Satir. Juga bermuka ganda. Demikianlah tampang puisi “Umrah” itu. Kosakata profan dan kosakata sakral teraduk dan berbaur dalam satu puisi (Tuhan, tender usaha, dosa, polisi, proyek, ziarah). Puisi itu mengoplos teologi, ekonomi, dan kriminologi. Puisi itu memotret profanisasi terhadap yang sakral ataukah sakralisasi atas yang profan? Keduanya. Gambaran dalam potret itu bermakna pemuliaan ataukah penodaan? Juga keduanya. Keunikan puisi itu menawarkan belahan sekaligus penyatuan antara urusan dunia dan akhirat. Urusan profan yang dirasukkan ke wilayah sakral, juga sebaliknya, wilayah sakral yang dijambret demi urusan profan.
Tuhan, kami ingin dapat proyek lagi
Ke rumah-Mu kami ziarah
Kami bawakan Engkau sekeranjang doa
Agar kami menang tender lagi.